Toni Junus Kanjeng NgGung
Malam yang sepi itu, mbah Karto melihat Tivi -berita dunia- di rumah tetangga. Tempat dimana banyak warga kampung itu berkumpul, ngobrol sambil menonton Tivi. Rumah berpendopo lebar itu adalah milik pak Basyirun, seorang pengusaha beras yang dermawan.
Berita dunia yang tayang dari Tivi-Parabola itu memberitakan tentang perang yang masih berlangsung.
Menyedihkan, korban perang tak memilih, bisa orang tua renta seperti mbah Karto, tetapi anak-anak bahkan bayi tak berdosa pun menjadi korban, banyak anak-anak berlumuran darah kena serpihan bahan peledak.
Ngadirun dan mbok Asiyah merintih sedih melihat tayangan itu, begitu ganasnya perang yang tak kunjung selesai itu. Mereka, kemudian ingat putrinya yang menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri…
Orang-orang yang nongkrong di pendoponya pak Basyirun mulai ngobrol tentang korban perang. Cucunya mbah Karto yang berada di Australia kemarin VC (video call), diceritakan bahwa disana bahan bakar sudah naik berlipat, semua bahan makanan menjadi mahal sulit dicari. Minyak zaitun dan minyak bunga matahari kosong, sayur-mayur sulit didapat… karena negara itu mengimportnya dari Ukraina… Dan Rusia maupun Ukraina adalah pemasok bahan-bahan pangan yang besar di Eropa, bahkan gandum dunia 30% adalah dari sana.
Mbok Aisyah yang punya anak dan sudah berumah tangga dengan bule Amerika juga meratap, mereka tinggal di salah satu negara bagian di Amerika, disana baju anak-anak bahkan pampers pun sulit dicari. Bahan makanan mulai mahal, beberapa wilayah telah dikabarkan menderita kelaparan. Bahkan para penyewa apartemen pun tak sanggup membayar sewa, lalu berkemah di jalan-jalan. Negara itu mulai menyediakan saluran air dengan kran-kran untuk mengalirkan air bersih ke segala penjuru yang di huni kemah-kemah penduduk.
Banyak negara yang mulai bangkrut, semua sudah diambang mata, karena akibat Covid19 dan adanya perang. Negara yang mulai kesulitan antara lain Sri Lanka, Bahrain, Namibia, Brasil, Angola dan banyak lainnya. Perang memang untuk menang, tetapi perang membuat dunia porak poranda, baik infra struktur, ekonomi dan pangan. Peri kemanusiaan pun tertindas maka humanisme yang menjadi pemandu menuju peradaban tinggi… tak dihiraukan dan hancur.
Kita masih memiliki falsafah luhur yang jika dipahami dan diterima oleh semua manusia di bumi ini, kehidupan akan dapat menuju rahayu ing rat (cahaya keselamatan di jagat raya).
Lalu dari sebelah rumah pak Basyirun itu, terdengarlah suara lantunan seseorang sedang menembang ‘mijil’, sayup-sayup namun jelas apa yang diutarakan. Rupanya panitia pameran ‘Keris for Peace and Humanity’ sedang mengadakan syiuting video, dan tembang itu dilantunkan untuk pembuka video, kira-kira begini maknanya…
Kapankah mega di langit rebah bersatu di pasir bumi
Dan, cakrawala menyelimuti gunung-gunung api
Lalu berapa panjang perjalanan manusia menuju peradaban
Mungkin aku harus bertanya kepada leluhur
Kapankah semua orang mau menengadah ke langit
Agar bayi-bayi lahir, terbebas derita dosa kemanusiaan
Lalu kapankah cinta kasih bisa meredam peperangan
Mungkin aku harus terus-menerus bertanya kepada Tuhan
Aku tak mau lagi mendengar tangis bayi dalam kesengsaraan
Pertentangan paham hanya untuk pembenaran, lalu
Merpati putih itu …terbang melanglang cakrawala
Menatapi, bahwa di bawah sana…
Masih saja!
Maka aku terus-menerus bertanya kepada Tuhan
Keris Indonesia for Peace and Humanity.
(Toni Junus Kanjeng NgGung, 2022)